Sabtu, 01 September 2012

Tak Sepantanya

Seorang suami merupakan pemimpin dalam sebuah keluarga. Dia akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Allah terhadap apa yang telah dipimpinnya. Pembahasan kali ini akan difokuskan pada seputar kesalahan-kesalahan yang dilakukan sebagian suami terhadap istrinya. Beberapa kesalahan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tidak mengajari istri tentang Islam dan hukum-hukum syariatnya.
Banyak para istri yang dijumpai tidak mengetahui bagaimana shalat dengan benar, apa hukum-hukum yang berkaitan dengan haid dan nifas, dan bagaimana menjadi seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya secara islami. Sebaliknya justru banyak dijumpai para istri yang disibukkan dengan belajar membuat resep suatu masakan, dan bagaimana cara menghidangkan makanan karena memang suaminya menanyakan tentang hal itu kepadanya.
Akan tetapi bagaimana cara berwudhu yang benar, bagaimana cara sholat yang benar, tidak ditanyakan para suami kepada istrinya. Kepada para suami, sungguh di sana terdapat banyak cara dalam mengajari istri perkara-perkara agama. Diantaranya adalah memberi hadiah buku tentang Islam dan hukum hukumnya kemudian mengajaknya berdiskusi, memberi hadiah kaset ceramah kemudian mintalah agar meringkas apa yang disampaikan oleh penceramah, mengajak istri menghadiri kajian yang disampaikan seorang ustadz di masjid, menceritakan kepada istri isi khutbah jum'at kemudian mendiskusikannya, dan bisa juga menganjurkan istri untuk mendengarkan bacaan Al Quran dan mendalami maknanya.
2. Mencari-cari kesalahan dan kekurangan istri
Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam telah melarang hal tersebut sebagaimana telah diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu 'anhu dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang suami yang pulang dari bepergian mengetuk pintu keluarganya pada malam hari. Larangan tersebut karena dikhawatirkan ia akan mendapati istrinya dalam keadaan yang kurang menyenangkan. Demikian juga, hendaknya seorang suami bersabar dan memahami akan kekurangan yang ada pada istri seperti pada saat istri lambat dalam merespon perintah suami. Hendaknya juga jangan terlalu sering mengevaluasi istri, hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, "Berwasiatlah kalian kepada para wanita (istri) dengan kebaikan, karena mereka itu diciptakan dari tulang rusuk. Dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian yang paling atas. Bila engkau paksakan untuk meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya. Namun bila engkau biarkan begitu saja (tidak engkau luruskan) maka dia akan terus menerus bengkok. Karena itu berwasiatlah kalian kepada para wanita (istri) dengan kebaikan."
Dari hadits di atas ada beberapa pelajaran, yang di antaranya adalah:
a. Dianjurkan bersikap baik dan lemah lembut terhadap istri untuk menyenangkan hatinya
b. Mendidik wanita dengan sabar dan penuh rasa maaf atas ‘kebengkokan’ mereka. Siapa yang berupaya meluruskan mereka dengan cara yang kasar, tidak akan dapat mengambil manfaat apapun darinya. Padahal, setiap suami membutuhkan posisi seorang istri agar mendapatkan ketenangan hidup bersamanya dan membantu dalam kehidupannya.
c. Seakan-akan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, "Rasa nikmat hidup dengan istri tidak akan sempurna kecuali dengan bersabar terhadapnya." Dan satu manfaat lagi yang tidak boleh diabaikan adalah tidak pantas seorang suami menceraikan istrinya tanpa alasan yang jelas.
3. Berbuat dhalim dengan menjatuhkan hukuman yang tidak sesuai dengan kesalahan.
Sebagian suami melakukan perbuatan dholim kepada istri dengan memberikan hukuman kepada istri lebih berat dari kadar kesalahan yang dilakukannya. Di antara bentuk kedholiman itu adalah dengan menggunakan pukulan sebagai langkah pertama menasihati istri, padahal Allah telah berfirman, “Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan berbuat nusyuz, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS. An-Nisa': 34).
Oleh karena itu selayaknya menghukum istri terlebih dahulu adalah dengan nasihat, kemudian boikot, kemudian pukulan yang tidak keras. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketahuilah, berwasiatlah kalian dengan kebaikan kepada para wanita (para istri) karena mereka hanyalah tawanan di sisi (di tangan) kalian. Kalian tidak menguasai mereka sedikitpun kecuali hanya itu, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Maka bila mereka melakukan hal itu, boikotlah mereka di tempat tidurnya dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras.”
Kemudian di antara bentuk kedholiman seorang suami kepada istri adalah, mengusir istri dari rumah tanpa alasan yang dibenarkan dalam islam, memukul wajah, menghina dan mencaci maki istri. Ada seorang laki laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, “Apa hak seorang istri atas suaminya?” Rasul menjawab, “Hendaklah engkau memberinya makan apabila engkau makan, memberi pakaian apabila engkau berpakaian, janganlah memukul wajah dan janganlah engkau hina, dan jangan engkau boikot kecuali di dalam rumah.”
4. Pelit dalam memberi nafkah
Sesungguhnya pemberian nafkah seorang suami kepada istri adalah kewajiban yang telah ditetapkan di dalam Al Quran, as Sunnah dan Ijma'. Allah subhanahu wata’ala berfirman, “…dan kewajiban bagi seorang ayah untuk memberikan nafkah dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik.” (QS. Al-Baqarah: 233)
Apabila seorang istri diuji dengan suami yang pelit dan tidak mau memberikan nafkah yang menjadi haknya, dia dibolehkan untuk mengambil sebagian harta milik suami secukupnya walau tanpa sepengetahuan suami. Hindun binti 'Utbah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah suami yang pelit, ia tidak memberiku nafkah yang dapat mencukupiku dan anakku terkecuali bila aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya.” Bersabdalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ambillah dari harta suamimu sekadar yang dapat mencukupimu dan mencukupi anakmu dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Al-Bukhari no. 5364 dan Muslim no. 4452)
5. Terburu buru dan gampang mengucapkan kata cerai
Wahai para suami, sesungguhnya ikatan antara engkau dan istrimu adalah merupakan ikatan yang paling suci dan kuat, sebagaimana Allah swt telah berfirman;
"… Dan mereka (istri-istri kalian) telah mengambil dari kalian perjanjian yang kuat " (An Nisa; 21)
6. Kurangnya rasa cemburu
Di antara bentuk kurangnya rasa cemburu adalah seorang suami membiarkan istrinya bercampur baur dengan saudara iparnya atau saudara sepupu suami. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Hati-hati kalian dari masuk ke tempat para wanita.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu dengan ipar?” Beliau menjawab, “Ipar itu (ibarat) maut.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Di antara bentuk kurangnya rasa cemburu adalah membiarkan istrinya pergi berduaan dengan sopir pribadi untuk berbelanja atau jalan-jalan, padahal berapa banyak bangunan rumah tangga yang runtuh sebagai hasil dari perbuatan maksiat seperti ini. Wallahu a’lam.

Sahabat Membunuh Ayahnya

Peperangan yang tidak seimbang, kaum muslimin berjumlah 314 sementara kuffar quraisy 950 pasukan. Dalam perang Badar, tersebutlah seorang sahabat bernama Abu Ubaidah yang berperang penuh keberanian, beliau menerjang musuh, orang-orang kufar Quraisy segan berhadapan bahkan mereka takut menghadapi pejuang ini, karena Abu Ubaidah berperang tidak ada rasa takut untuk mati. Tatkala perang berkecamuk, tiba-tiba ada diantara tentara Quraisy yang berusaha menghadang Abu Ubaidah, beliaupun menghindar dari hadangan tentara tersebut dan berusaha menjauh, tetapi upaya tersebut tidak mendapatkan hasil, tentara Quraisy tersebut senantiasa mengikuti kemana Abu Ubaidah pergi bahkan menghadangnya penuh dengan berani. Diwaktu dimana Abu Ubaidah dalam keadaan sempit dan susah untuk menghindar maka Abu Ubaidah mengayunkan pedangnya dan menebas orang tersebut, tersungkurlah tentara Quraisy itu. Ternyata tentara itu adalah Abdullah bin Jarroh, ayah Abu Ubaidah.
Beliau tidak membunuh ayahnya, yang beliau bunuh adalah kesyirikan yang ada pada pribadi ayahnya, yang dengannya Alloh menurunkan wahyuNya,
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (al Mujadilah: 22)
Abu Ubaidah adalah seorang sahabat yang berperawakan tinggi, kurus, bermuka tampan. Orang yang melihatnya akan merasa senang dan membuat jiwa tenang dan ingin selalu berjumpa dengannya. Beliau sangat tawadlu, pemalu, tetapi jika keadaan harus memaksa beliau untuk bertindak dan berbuat, maka ia bergegas melakukan bagaikan singa yang hendak menerkam mangsanya.
Abu Ubaidah bernama Amir bin Abdillah bin Jarroh al-Qurasy dan memiliki kunyah Abu Ubaidah.
Abdullah bin Umar bin Khaththab berkata, “Tiga orang yang merupakan pemuka orang Quraisy dan sangat dihormati akhlaq mereka, mulia, pemalu, jika mereka berbicara kepada kalian tidak akan berdusta,jika kalian berbicara dengan mereka, merekapun tidak mendustakan kalian. Mereka adalah Abu Bakar as Siddiq, Utsman bin Affan dan Abu Ubaidah bin Jarroh.”
Menurut tarikh, Abu Ubaidah termasuk orang yang pertama masuk dalam agama islam. Beliau masuk Islam setelah mendapat ajakan Abu Bakar as Siddiq,sehari setelah Abu Bakar menyatakan keislamannya. Setelah itu berturut-turut diikuti Abdurrahman bin Auf, Utsman bin mad’uun dan Al Arqom bin Abi al Arqom. Mereka semua masuk Islam di hadapan Rasulullah dan mengumumkan keislaman mereka dan merekalah tonggak dan pilar umat ini.
Suatu ketika datanglah utusan dari orang-orang Nasrani kepada Rasulullah. Merekapun berkata, “Wahai abul Qosim(panggilan untuk Rasulullah), utuslah kepada kami seorang laki-laki dari sahabatmu, yang engkau ridhoi untuk menjadi hakim dan penengah diantara kami dalam suatu urusan yang kami miliki dari harta kami yang kita berselisih didalamnya, karena kaum muslimin dihadapan kami sangat terhormat dan kami ridho dengan kalian.” Maka Rasulullah bersabda, “Datanglah nanti sore, niscaya aku akan kirim orang yang kuat dan terpercaya.” Umar berkata, “Maka aku datang untuk sholat dhuhur di awal waktu dan aku tidak berharap untuk memperoleh jabatan sebagai pemimpin kecuali waktu itu, dan harapanku adalah orang yang di pilih Rasul adalah aku, sesudah sholat dhuhur, maka baginda Nabi menoleh ke kanan dan ke kiri, maka akupun berusaha menampakkan diriku sehingga baginda Nabi melihatku. Nabi kembali menengok ke kanan dan ke kiri, kemudian beliau melihat Abu Ubaidah dan memanggilnya dan berkata,’Pergilah bersama mereka(orang-orang Nasrani) dan jadilah penengah diantara mereka, hakimilah apa yang mereka perselisihkan dengan adil’, maka aku(Umar) berkata,’'Abu Ubaidahlah yang telah meraihnya.”
Sesudah Rasulullah wafat, maka Umar berkata kepada Abu baidah,”Bentangkanlah tanganmu wahai Abu Ubaidah karena aku mendengar Nabi bersabda,’ Tiap umat memiliki orang yang dipercaya dan sesungguhnya orang yang terpercaya untuk umat ini adalah Abu Ubaidah.’.” Maka beliau menjawab,”Aku tidak akan maju dan didepanku ada orang yang diperintah Rasulullah untuk menjadi imam sholat dan kami akan mempercayakannya sampai wafat.” Kemudian Abu Bakar dibaiat dan kaum muslimin pun sepakat untuk membaiatnya.
Menjelang wafat, Abu Ubaidah berwasiat kepada tentaranya dan waktu itu beliau berada di negeri Syam. “Sesungguhnya aku berwasiat kepada kalian, dan kalian akan semakin baik selama kalian memeganginya yaitu dirikanlah sholat, berpuasalah Romadhon, bersedekahlah, berhajilah dan berumrohlah, dan lakukanlah saling memberi nasehat, nasehatilah pemimpin kalian dan janganlah kalian curangi mereka dan janganlah kalian mencampakkan dalam kebinasaan karena dunia…” Tidak lama sesudah beliau memberi nasehat, ajalpun menyongsongnya, semoga Allah meridhoinya dan meridhoi kita semua. Amiin, ya Robbal alamin..